TEORI KONSUMSI DALAM ISLAM
Disusun guna memenuhi
tugas
Dosen Pengampu : Minati Maulida, M.S.I
Download Makalah Bentuk Doc Link Ada di bawah
Download PPT. Link ada di bawah
Download PPT. Link ada di bawah
Disusun oleh :
Qurrota
A’yuni (2013115116)
Ellyn
Erlyna (2013115136)
Riska
Audiyati (2013115143)
Ninda
Dwi Arismawati (2013115149)
KELAS I
JURUSAN EKONOMI
SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kepuasan
dan Rasionalitas Konsumen Muslim.................................... 3
B.
Fungsi
dan Peningkatan Utilitas........................................................... 4
C.
Konsumsi
Intertemporal Dalam Ekonomi Islam.................................. 5
D.
Optimal Solution.................................................................................. 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Keputusan
seseorang untuk memilih alokasi sumber daya inilah yang melahirkan fungsi
permintaan. Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan
untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utility
secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness)
atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai
sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika
mengkonsumsi sebuah barang. Kegunaan ini bisa juga dirasakan sebagai rasa
“tertolong” dari suatu kesulitan karena mengkonsumsi barang tersebut. Karena
adanya rasa inilah, maka sering kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas
atau kepuasan yang dirasakan seorang konsumen dalam mengkonsumsi sebuah barang.
Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap sama meskipun sebenarnya kepuasan adalah
akibat yang ditimbulkan oleh utilitas.
Jika menggunakan teori konvensional,
konsumen diasumsikan selalu menginginkan tingkat kepuasan yang tertinggi.
Konsumen akan memilih mengkonsumsi barang A atau B tergantung pada tingkat
kepuasan yang diberikan oleh kedua barang tersebut. Ia akan memilih barang A
jika memberikan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan B, demikian sebaliknya.
Masalah selanjutnya adalah mungkinkah konsumen mengkonsumsi barang tersebut ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, dia akan melihat dana atau anggaran yang
dimiliki. Kalau ternyata dana yang dimiliki memadai untuk membeli, maka ia akan
membeli, jika tidak, maka ia tidak akan membelinya. Kemungkinan ia akan
mengalokasikan anggarannya untuk membeli barang lain yang kepuasannya maksimal
tetapi terjangkau oleh anggarannya.
Jika
cerita di atas dicermati, maka setidaknya terdapat dua hal penting untuk
dikritisi. Pertama, tujuan konsumen adalah mencari kepuasan tertinggi.
Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi berdasarkan pada kriteria kepuasan.
Kedua, batasan konsumsi adalah kemampuan anggaran. Dengan kata lain, sepanjang
dia memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalangi untuk
mengkonsumsi barang yang diinginkan. Sikap seperti ini jelas akan menafikan timbangan
kepentingan orang lain atau pertimbangan aspek lain seperti kehalalan.
Perilaku
konsumsi seperti di atas tidak dapat diterima begitu saja dalam ekonomi Islam.
Konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam. Di antara ajaran yang
penting yang berkaitan dengan konsumsi, misalnya perlunya memperhatikan orang
lain. Dalam hadits disampaikan bahwa setiap muslim wajib membagi makanan yang
dimasaknya kepada tetangganya yang merasakan bau dari makanan tersebut. Selanjutnya
juga, diharamkan bagi seorang muslim hidup dalam keadaan serba berkelebihan
sementara ada tetangganya yang menderita kelaparan. Hal lain adalah tujuan
konsumsi itu sendiri, dimana seorang muslim akan lebih mempertimbangkan
maslahah daripada utilitas. Pencaian maslahah merupakan tujuan dari syariah
Islam, yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi. [1]
- Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen
Muslim ?
2. Bagaimanakah
Fungsi dan Peningkatan Utilitas ?
3. Bagaimanakah
Konsumsi
Intertemporal Dalam Ekonomi Islam ?
4. Apa
yang dimaksud Optimal solution ?
- Tujuan Penulisan
1.
Agar pembaca mengetahui tentang Kepuasan
dan Rasionalitas Konsumen Muslim.
2.
Agar pembaca mengetahui tentang Fungsi
dan Peningkatan Utilitas.
3.
Agar pembaca mengetahui tentang Konsumsi
Intertemporal Dalam Ekonomi Islam.
4.
Agar pembaca mengetahui tentang Optimal
solution.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kepuasan
dan Rasionalitas Konsumen Muslim
1. Kepuasan konsumen muslim.
Teori
kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa merupakan teori pokok
dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi merupakan bagian dari teori
perilaku konsumen. Seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa
sehingga memperoleh kepuasan selalu menggunakan kerangka rasionalitas. Sehingga
manusia rasional adalah manusia yang berusaha mencapai kepuasan maksimum dalam
kegiatan konsumsinya.
2. Definisi Rasionalitas
Rasionalitas
adalah perilaku manusia secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara
sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku
rasional mempunyai dua makna yaitu metode dan hasil. Dalam makna metode,
perilaku rasional berarti tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang
beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka atau emosi. Sedangkan dalam
makna hasil, perilaku rasional berarti tindakan yang benar-benar dapat mencapai
tujuan yang ingin dicapai.[2]
Rasionalitas
dalam perilaku pembelian oleh konsumen muslim haruslah berdasarkan aturan
islam, sebagai berikut :
a)
Konsumen
muslim dinyatakan rasional jika pembelanjaan yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan.
b)
Konsumen
muslim dapat dibilang rasional jika ia membelanjakan tidak hanya untuk
barang-barang yang bersifat duniawi semata, melainkan turut pula untuk
keperluan di jalan Allah.
c)
Konsumen
muslim yang rasional akan mempunyai tingkat konsumsi yang lebih kecil daripada
non muslim dikarenakan konsumsi hanya diperbolehkan untuk barang-barang yang
halal dan thayib.
d)
Konsumen
muslim yang rasional jika ia tidak menimbun dan menumpuk kekayaan melalui
tabungan, tetapi harus melakukan investasi yang dapat mengembangkan atau memacu
sirkulasi uang dalam rangka memacu dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Karena
tabungan yang tidak diinvestasikan atau disirkulasikan akan terkena pengurangan
oleh zakat.[3]
B.
Fungsi
dan Peningkatan Utilitas
Dalam
ilmu ekonomi tingkat kepuasan ( utility function ) biasanya digambarkan antara dua barang atau
jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen.
Dalam
membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional :
1.
Kompleteness
Aksioma
ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang
lebih disukainya diantara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang
berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga
kemungkinan ini :
a) A lebih disukai dari pada B
b) B lebih disukai dari pada A
c) A dan B sama menariknya
2.
Transitivity
Aksioma
ini menjelaskan bahwa ji8ka seorang individu mengatakan “A lebih disukai
daripada B, dan B lebih disukai daripada C”, maka ia pasti akan mengatakan
bahwa A lebih disukai daripada C. Aksioma ini sebenarnya untuk memastikan
adanya konsistensi internal didalam diri individu dalam mengambil keputusan.
3.
Continuity
Aksioma
ini menjelaskan bahwa jika seseorang individu mengatakan “A lebih disukai
daripada B” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.[4]
C.
Konsumsi
Intertemporal Dalam Ekonomi Islam
Monzer
Kahf berusaha mengembangkan pemikiran
konsumsi intertemporal islami, dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut :
1.
Islami
dilaksanakan oleh masyarakat
2.
Zakat
hukumnya wajib
3.
Tidak
ada riba dalam perekonomian
4.
Mudharabah
merupakan wujud perekonomian
5.
Pelaku
ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan
Dalam
konsep islam, konsumsi intertemporal dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW yang
maknanya adalah “yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa
yang telah kamu infaqkan”. Oleh karena itu persamaan pendapatan menjadi :
Y = (C + infaq) + S
Persamaan ini
disederhanakan menjadi Y = FS + S
FS
adalah final spending ( konsumsi akhir ) di jalan Allah
Dalam
ekonomi islam tidak berlaku sistem bunga, sehingga bunga yang dibayarkan kepada
penabung adalah nol dan digantikan dengan sistem bagi hasil.[5]
D.
Optimal
solution
Sesuai
dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang muslim akan bertindak
rasional. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dari seorang konsumen senantiasa
didasarkan pada perbandingan antar berbagai refrensi, peluang dan manfaat serta
madharat yang ada. Konsumen yang rasioanl selalu selalu berusaha menggapai
prefrensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaaat yang tersedia. Konsumen
yang rasional berarti konsumen yang memilih suatu kombinasi komoditas yang akan
memberikan tingkat utilitas paling besar. Utilitas disini juga meliputi
maslahat dan madharat yang ditimbulkan dari mengonsumsi komoditas tersebut.
Dengan demikian, kepuasaan maksimum seorang konsumen
terjadi pada titik dimana terjadi persinggungan antara kurva indifference
dengan budget line. Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua
cara:
1)
Memaksimalkan
utility function pada budget line tertentu
Maksimalisasi
utility function pada budget tertentu
Kombinasi
Barang
|
Jumlah barang X yang dikonsumsi
|
Jumlah barang Y yang dikonsumsi
|
Pengeluaran
Total
|
B
|
20
|
30
|
$80
|
R
|
20
|
20
|
$60
|
S
|
10
|
30
|
$70
|
Dengan tingkat pengeluaran tertentu yaitu $80, maka
kombinasi barang B lebih baik daripada kombinasi R dan S. Kombinasi B lebih
baik daripada R, karena dapat mengkonsumsi barang Y lebih banyak; dari segi
total pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar
$20. Kombinasi B lebih baik daripada kombinasi S, karena dapat mengonsumsi
barang X lebih banyak; dari segi total pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada
yang tidak termanfaatkan sebesar $10.
2) Meminimalkan budget line pada
utility function tertentu
Minimalisasi
budget line pada utility function tertentu
Kombinasi
Barang
|
Jumlah barang X
Yang dikonsumsi
|
Jumlah barang Y
Yang dikonsumsi
|
Pengeluaran
Total
|
B
|
20
|
30
|
$80
|
T
|
20
|
30
|
$90
|
Untuk mengonsumsi 20X dan 30Y cukup diperlukan uang
$80. Oleh karenanya kombinasi B lebih baik daripada kombinasi T, karena untuk
mendapatkan T ia harus membayar lebih mahal untuk jumlah barang yang sama.
Untuk mengonsumsi barang x dan y dengan tingkat
kepuasan yang sama, seorang konsumen mempunyai beberapa alternatif garis
anggaran yang dibutuhkan.
Dengan demikian, optimalisasi konsumen akan terbentuk
pada budget line paling kecil untuk mendapatkan kepuasan yang
sama. [6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa dalam kasus ekonomi, tujuan dari setiap konsumen adalah untuk
memperoleh kepuasan (utility) yang optimum. Namun, dilain pihak terdapat
kendala yaitu kemampuan konsumen dalam membeli barang/jasa yang diinginkan.
Seorang
konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa sehingga memperoleh kepuasan
selalu menggunakan kerangka rasionalitas. Dalam makna hasil, perilaku rasional
berarti tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Pengambilan
keputusan dari seorang konsumen senantiasa didasarkan pada perbandingan antar
berbagai refrensi, peluang dan manfaat serta madharat yang ada. Dengan
demikian, kepuasaan maksimum seorang konsumen terjadi pada titik dimana terjadi
persinggungan antara kurva indifference dengan budget line.
DAFTAR
PUSTAKA
Pusat
Pengkajian dan Pengembangan ekonomi Islam. 2008. ekonomi Islam. Jakarta:PT Raja
Gravindo Persada.
[1] Ir. Adiwarman A. Karim.
2007. Ekonomi Mikro Islami Edisi ketiga. Jakarta: PT Raja Gravindo
Persada.
M.
Nur Rianto Al Arif & Dr. Euis AMalia. 2010. Teori Mikro Ekonomi. Jakarta:Kencana.
Eko
Suprayitno. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta:Graha Ilmu.
[1] http://gerry-pratama-mue.blogspot.co.id/2016/11/teori-konsumsi-islam-optimal-solution,
diakses pada tanggal 20 Februari 2017.
[1] Pusat Pengkajian
dan Pengembangan ekonomi Islam, ekonomi Islam, (Jakarta:PT Raja Gravindo
Persada, 2008), hlm 127-128.
[2] Ir. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi ketiga,(Jakarta:
PT Raja Gravindo Persada, 2007) hal 51.
[3] M. Nur Rianto Al Arif & Dr. Euis Amalia, Teori Mikro
Ekonomi,(Jakarta:Kencana, 2010) hal 73-75.
[4] Ibid., hal 64-65.
[5] Eko Suprayitno. Ekonomi Islam.(Yogyakarta:Graha Ilmu.2005)
Hal 104
[6] http://gerry-pratama-mue.blogspot.co.id/2016/11/teori-konsumsi-islam-optimal-solution, diakses pada tanggal 20 Februari 2017.
Komentar
Posting Komentar